Edbert Fernando & James Riady

Edbert Fernando & James Riady
Edo's Graduation from UPH College

Senin, 10 Agustus 2009

Rumah Masa Depan (Bagian II)

Pada tanggal 25 Juli 2009 yang lalu, Tante kami (Siko) telah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Sesuai dengan tulisan saya sebelumnya bahwa kami sudah mempersiapkan "Rumah Masa Depan" untuk Siko, yakni di Sandiego Hills Memorial Park, Kerawang. Tepatnya di kapling creation Hammingbird Blok J27 No. 5.

Pada tanggal 28 Juli 2009, yakni hari pemakaman Tante kami (Siko) di Sandiego Hills Memorial Park, yang dihadiri oleh saudara dan sanak keluarga dari Tan (Tan Family) yang berangkat dari Rumah Duka Siloam dengan iring-iringan 7 buah mobil.

Setelah pemakaman kami makan bersama di aula kantor pemasaran dan dilanjutkan dengan foto-foto di taman dengan pemandangan yang sangat indah, danau, kolam renang, rerumputan hijau seperti lapangan golf yang notabene adalah kuburan yang dibuat dengan kesan yang tidak menyeramkan seperti kuburan-kuburan tradisional pada umumnya, gundukan tanah yang tinggi, batu nisan yang besar-besar, ada pohon-pohon kamboja yang kadang membuat bulu kuduk berdiri.

Pada tanggal 31 Juli 2009 tepatnya hari ketujuh meninggalnya Tante kami (Siko), kami meninjau kembali "Rumah Masa Depan" Siko. Ternyata taburan-taburan bunga pada waktu pemakaman sudah berganti dengan tanaman rumput golf.

Tante kami (Siko) pada masa hidup tidak pernah sekalipun menyinggung tentang "Rumah Masa Depan" untuk dirinya, karena memang semangat hidup beliau sangat tinggi, dia berjuang melawan penyakitnya sekitar 9 bulan setelah divonis dokter mengidap penyakit tumor/kanker pankreas. Beliau hampir tidak mau terima kenyataan bahwa penyakitnya sudah tidak bisa disembuhkan lagi, kecuali melalui operasi, namun mengingat usianya yang sudah tua akan sangat riskan untuk melakukan tindakan operasi selain tentu masalah biaya yang sangat besar pula. Beliau berharap ada mujizat dari Yang Maha Kuasa sambil minum Ginseng selama kurang lebih 6 bulan. Hingga sekitar 3 bulan sebelum meninggal beliau masih aktif menghadiri Gereja pada hari Minggu bersama dengan keluarga Om dan Tante kami yang lain, yang juga adalah adiknya.

Menurut penganut Kristen yang kami tahu bahwa ada istilah "tanah kembali ke tanah", selain itu Tante kami (Siko) agak kurang menyetujui orang yang sudah meninggal dilakukan kreamasi (dibakar), sehingga kami menyiapkan "Rumah Masa Depan" yang tanpa melalui pesanan dari beliau yang menurut kami sudah sangat layak tempatnya.

Ada juga Om dan Tante kami yang tinggal di daerah Batu Ceper menganggap setelah meninggal apapun bentuk bakti dari anak sudah tidak berguna, yang penting adalah bakti anak semasa hidup. Jadi agar tidak menyusahkan anak, mereka berpesan kepada anak-anaknya kalau nanti mereka sudah meninggal agar dikreamasi saja dan abunya dibuang ke tengah lautan.

Memang kalau orang dulu-dulu bisa dianggap pamali, amit-amit jabang bayi (ho lai phai khi / tai kak li si), beli kuburan untuk mempersiapkan kematian, akan tetapi sekarang sudah biasa. Namun menurut saya mempersiapkan "Rumah Masa Depan" oleh anak kepada orang tuanya yang sudah tua mungkin tidak ada salahnya, akan tetapi mempersiapkan "Rumah Masa Depan" oleh kita sendiri yang diperuntukan kita sendiri nantinya dengan memilih lokasinya, view-nya mungkin rasanya tidak terlalu penting.

Atasan saya pernah mengajak saya membeli "Rumah Masa Depan" di Sandiego Hills juga, saya katakan belumlah Bu, belum saya pikirkan. Apa yang dikatakan atasan saya waktu itu saya masih ingat, "tapi suatu hari kamu akan mati juga kan ?" Bahkan atasan saya membeli sampai 4 kapling untuk dirinya. Katanya kalau dia tidur tangannya bisa bebas bergerak, kalau cuma 1 m x 2,6 m bagaimana bisa bebas menggerakkan tangan. Beberapa rekan kantor saya juga ikut bersama atasan saya membeli di sana, katanya supaya bisa tetap berdekatan (bertetangga). Jadi masih bisa ketemu lagi setelah masing-masing sudah meninggal. Saya sedikit geli juga mendengarkan alasannya. Kan jasad orang itu dimasukkan dalam peti kayu yang sudah ditutup rapat dengan skrup/paku. Peti kayu dimasukkan lagi ke lubang yang terdapat sebuah peti batu, setelah itu peti batu itu ditutup, baru kemudian ditimbun tanah. Kalau begitu, tetap saja tidak bisa bebas bergerak, bahkan tidak ada udara, atau mungkin orang yang sudah meninggal tidak lagi butuh udara, karena sudah tidak lagi bernafas. Akan tetapi kalau orang yang sudah meninggal dan sudah dikubur masih bebas bergerak ke sana ke mari, untuk apa juga tidur di dalam peti kayu, kan bisa tidur di samping danau atau di mana saja. Kalau kita beranalogi orang yang sudah meninggal dan sudah dikubur di dalam tanah masih seperti orang dalam kehidupan dunia nyata tentunya sudah tidak nyambung lagi.

Ada juga yang bilang, orang yang menjadi suami istri di kehidupan sekarang, setelah masing-masing sudah meninggal sudah tidak saling kenal lagi di alam sana. Jadi untuk apa juga "Rumah Masa Depan" harus saling berdekatan. Ada lelucon dari istri saya, katanya kalau nanti kita masing-masing sudah meninggal, kan kita sudah tidak saling kenal. Dan ceritanya istri saya sudah kawin dengan orang kaya dan kebetulan saya yang menjadi supirnya. Dia melihat saya sepertinya sudah pernah kenal, lalu dia selingkuhlah dengan supirnya, yakni saya. Walaupun hanya sekedar lelucon, tetapi saya senang juga mendengarnya. Artinya dia tidak kecewa bersuamikan saya, bahkan kalau sampai tidak bersama saya di kehidupan yang akan datang, walaupun dia sudah menjadi orang kaya sedangkan saya hanya seorang supir, dia masih memikirkan saya dengan jalan menempuh jalur selingkuh agar kita tetap bisa bersama.

Tidak ada komentar: