Edbert Fernando & James Riady

Edbert Fernando & James Riady
Edo's Graduation from UPH College

Sabtu, 31 Januari 2009

KRISIS EKONOMI GLOBAL DAN PERUBAHAN DUNIA

Akhir-akhir ini kata-kata global economic crisis/krisis ekonomi global sering sekali kita dengar. Bahkan anak kecilpun mulai bertanya apa yang dimaksud dengan krisis ekonomi global, krisis keuangan, inflasi, deflasi dan kata-kata yang berhubungan dengan pemberitaan masalah krisis ekonomi global.

Pertanyaan tersebut jika ditujukan kepada kita bagaimana kita menjawabnya ? Mungkin banyak orang tua yang menjelaskan kepada anaknya dengan jawaban yang sangat sederhana saja, bahwa segala pertanyaan yang berhubungan dengan krisis itu adalah hidup semakin sulit, cari makan semakin susah, harga barang semakin mahal, lapangan pekerjaan semakin berkurang, banyak terjadi pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan-perusahaan.

Akan tetapi jawaban di atas sebenarnya adalah gejala terjadinya krisis ekonomi atau dampak dari pada krisis ekonomi global itu sendiri. Jika anak kecil menanyakan lebih lanjut mengapa hidup itu semakin sulit, mengapa harga barang menjadi mahal, siapa yang menyebabkan terjadinya krisis ekonomi global ? Jadi apa jawabannya lanjutannya ?

Pernahkah kita merenungkan penyebab terjadinya krisis ekonomi itu sendiri dan bagaimana cara mencegahnya ? Sebagai orang awam, memang sulit bagi kita untuk memahami terjadinya krisis ekonomi global.

Mungkin kita pernah belajar di sekolah atau di bangku kuliah dulu, apa yang disebut dengan hukum permintaan dan hukum penawaran. Hukum permintaan kalau tidak salah yang saya ingat adalah "Harga-harga akan naik jika permintaan bertambah, harga-harga akan turun jika permintaan berkurang (ceteris paribus/kondisi yang lain-lain tidak berubah)". Sedangkan hukum penawaran adalah kebalikan dari hukum permintaan, yakni "Harga-harga akan naik jika penawaran berkurang, harga-harga akan turun jika penawaran bertambah (ceteris paribus/kondisi yang lain-lain tidak berubah)".

Pada saat terjadinya krisis apakah hukum permintaan dan hukum penawaran tetap berlaku. Jika memang masih berlaku, seharusnya tidak terjadi krisis ekonomi global, karena penjual barang akan mendapatkan keuntungan, penjual jasa akan mendapatkan penghasilan. Pembeli barang akan mendapatkan barang yang dibutuhkan, pembeli jasa akan mendapatkan jasa yang dibutuhkan. Pada saat krisis ekonomi orang tetap membutuhkan jasa orang lain, tetap membutuhkan barang yang dihasilkan orang lain, tetap membutuhkan makanan dan pakaian, tetap membutuhkan perumahan dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Bahkan penduduk semakin bertambah kebutuhan juga semakin banyak, karena permintaan semakin meningkat. Penduduk bertambah, artinya ada regenerasi, anak-anak tumbuh menjadi besar, remaja tumbuh menjadi dewasa, sehingga semakin banyak orang yang produktif untuk menghasilkan barang dan jasa.

Masalahnya terletak pada penekanan kata akhir dari hukum permintaan dan hukum penawaran yang tidak terpenuhi, yakni ceteris paribus/kondisi yang lain-lain tidak berubah. Pada kenyataannya kondisi yang lain-lain telah berubah, jadi tidak lagi ceteris paribus. Seharusnya tidak ada peperangan, kenyataannya masih banyak terjadi peperangan, tidak ada bencana alam, kenyataannya banyak bencana alam, tidak saling menguasai, kenyataannya perebutan wilayah kekuasaan, dan lain-lain yang setiap hari selalu berubah. Perubahan-perubahan itu yang membuat ketidak seimbangan global. Di dalam dunia keuangan, jika ada yang terlalu banyak meminjam, sedangkan di sisi lain ada yang terlalu banyak menyimpan dana/menabung akan terjadi krisis keuangan. Dalam hal krisis keuangan global saat ini, mungkin negara-negara Barat termasuk Amerika terlalu banyak meminjam, sedangkan negara-negara Asia terutama Cina terlalu banyak menabung (cadangan devisa Cina saat ini hampir mencapai 2 trilyun Dollar Amerika), sehingga timbul ketidak seimbangan dalam perputaran keuangan dunia, maka terjadilah krisis keuangan global.

Bagaimana dengan Indonesia ? Indonesia dalam hal ini sama dengan Barat yang terlalu banyak meminjam. Sedangkan peperangan dalam arti sesungguhnya memang tidak ada, namun "peperangan di panggung politik" tetap terjadi, banyak terjadi perbedaan pendapat, banyak pendirian partai politik, banyak calon presiden, banyak yang tidak bisa terima kekalahan. Sementara bencana alam juga sering terjadi. Jadi juga tidak ceteris paribus dan tidak ada keseimbangan dalam perekonomian, politik dan lingkungan alam.

Yang lebih parah lagi adalah negara-negara miskin seperti Ethiopia, Mozambik dan Zimbabwe. Beberapa hari yang lalu saya membaca di koran bahwa di negara Zimbabwe, 7 juta penduduknya kelaparan. Tingkat pengangguran mencapai 94%, dari 12 juta penduduk hanya 480.000 orang yang memiliki pekerjaan. Tingkat inflasi mencapai 231 juta persen. Pemerintah rezim Presiden Robert Mugabe terus melakukan pencetakan uang, sehingga mata uang Dollar Zimbabwe menjadi sangat kecil. Pertengahan Januari 2009 pemerintahnya mengeluarkan lagi pecahan uang kertas baru senilai $10.000.000.000.000 (10 triliun dollar) yang setara dengan Rp. 330.000. Untuk membeli barang kecil saja membutuhkan uang ratusan miliar dollar.

Jadi kita masih beruntung, mata uang Rupiah kita nilainya masih jauh lebih tinggi dari dollar, walaupun dollar Zimbabwe, kalau dihitung-hitung Rp. 1 masih bernilai $30.000.000. Jadi semua orang Indonesia bisa jadi triliuner atau paling tidak jadi miliarder kalau pindah ke negara Zimbabwe. Cuma jangan kaget jika harga 1 mangkok bubur ayam di sini dapat dibeli dengan
Rp. 5.000, di sana mungkin $150.000.000.000 (150 miliar dollar), itupun kalau ada yang jual.

Kembali kepada masalah krisis ekonomi global, sebenarnya siapa yang beruntung ? Saat ini semua negara di dunia kelihatannya sedang mengalami krisis ekonomi atau paling tidak sedang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi kita tetap masih lebih beruntung tinggal di Indonesia dan menjadi warga negara Indonesia bukan warga negara Zimbabwe, paling tidak yang sedang membaca blog ini pasti lebih beruntung dari yang lain, karena masih mempunyai waktu untuk membaca blog, kalau lapar dengan Rp. 5.000 kita bisa beli bubur ayam ataupun siomai keliling di sekitar rumah kita mungkin tidak terlalu sulit kita peroleh.

Generasi kita juga sangat beruntung, sebagai warga negara Indonesia, kita sudah pernah mengalami 2 kali krisis ekonomi. Yang pertama pada saat krisis ekonomi di Asia pada tahun 1998. Setelah 10 tahun, tahun 2008 terjadi lagi krisis ekonomi global, sehingga generasi kita saat ini semakin berpengalaman dalam menghadapi krisis ekonomi. Pada saat terjadinya krisis ekonomi tahun 1998, manusia semakin kreatif. Memang banyak lapangan pekerjaan yang hilang, akan tetapi banyak juga lapangan pekerjaan diciptakan pada saat krisis ekonomi, bahkan banyak wirausaha/wiraswasta baru muncul pada saat krisis.

Krisis ekonomi global terjadi, karena situasi dunia yang terus menerus berubah. Masalahnya adalah bagaimana kita menyikapi setiap perubahan yang terjadi. Apakah kita siap dengan perubahan yang ada. Kita sendiri juga selalu berubah, memang kita dituntut untuk merubah. Hanya saja berubah ke arah positif (perbaikan) atau berubah ke arah negatif (keburukan). Kita tidak dapat merubah dunia, kita tidak dapat merubah orang lain, kita tidak dapat melawan takdir Tuhan, akan tetapi kita dapat merubah diri kita sendiri. Hanya diri kita sendiri yang dapat menentukan ke arah mana kita mau berubah.

Selamat kepada anda yang mau berubah ke arah yang positif !
Semoga masing-masing kita berubah ke arah yang positif dapat melawan krisis ekonomi global, dan kita semakin kreatif dalam berkarya dan mencipta !