Edbert Fernando & James Riady

Edbert Fernando & James Riady
Edo's Graduation from UPH College

Senin, 07 Juli 2008

Perlukah Perubahan ?

Seorang penjual ikan di pasar menggantungkan papan bertuliskan "Di Sini Jual Ikan Segar". Pembeli pertama datang lalu bertanya kepada penjual ikan ,"Mengapa Bapak menulis kata-kata di sini, bukankah orang sudah tahu, Bapak menjualnya memang di sini, bukan di sana". Setelah pembelinya pergi, penjual ikan berpikir, benar juga. Akhirnya dihapuslah kata-kata di sini, tinggal tulisan "Jual Ikan Segar".

Pembeli kedua datang dan bertanya lagi kepada penjual ikan, "Mengapa Bapak harus menulis kata segar, bukankah semua orang sudah tahu bahwa Bapak memang menjual ikan yang segar, bukan ikan yang busuk". Setelah pembelinya pergi, penjual ikan berpikir, benar juga. Akhirnya dihapuslah kata segar, tinggal tulisan "Jual Ikan".

Pembeli ketiga datang dan bertanya juga kepada penjual ikan, "Mengapa Bapak harus menulis kata jual, bukankah semua orang juga tahu Bapak memang menjual ikan, bukan sekedar memamerkan ikan-ikan ini". Setelah pembelinya pergi, penjual ikan berpikir, benar juga. Akhirnya dihapuslah kata jual, tinggal tulisan "Ikan".

Pembeli berikutnya juga menanyakan lagi kepada penjual ikan, "Mengapa Bapak harus menulis kata ikan, bukankah semua orang juga tahu bahwa yang Bapak jual ini adalah ikan, bukan daging ataupun sayur". Setelah pembelinya pergi, penjual ikan terpaksa menurunkan papan tulisan "Ikan".

Memang pusing kalau kita harus membuat perubahan atas setiap tuntutan maupun masukan setiap orang. Apakah ada yang salah dari tulisan penjual ikan tersebut sehingga harus melakukan perubahan setiap ada komentar dan masukan dari para pembeli ? Apakah memang perlu diadakan perubahan papan tulisan penjual ikan tersebut ?

Pesan moral di atas adalah agar kita berubah sesuai dengan hati nurani kita, yang menurut kita perlu berubah. Kita perlu mendengarkan masukan orang lain, tetapi kita juga perlu menyaring setiap masukan apakah membawa manfaat atas masukan orang tersebut. Kalau menurut kita tidak perlu berubah, karena hal-hal yang menurut kita tidaklah penting, maka untuk apa kita berubah.

Selasa, 01 Juli 2008

Extreme Log

Hari Minggu tanggal 29 Juni 2008, kami diajak orang tua bermain di Dunia Fantasi sebagai bagian dari liburan sekolah kami. Untuk berangkat ke lokasi Ancol dari rumah kami di Tangerang melalui perjalanan yang cukup melelahkan, kira-kira 3 jam sampai di Ancol. Setelah masuk menemui hambatan untuk parkir, keliling-keliling sekitar 30 menit.

Di dalam Dunia Fantasi semua wahana permainan penuh dengan manusia yang nggak tahu datang dari mana. Pada siang hari diumumkan bahwa pengunjung sudah mencapai 12.000 orang. Perkiraan kami sampai dengan sore bisa mencapai 20.000 pengunjung. Dengan tiket masuk Rp.100.000 per orang berarti omzet per hari itu adalah Rp. 2 milyar, itu baru dari tiket saja. Perputaran uang di dalam untuk makanan, minuman, sovenir dll mungkin lebih besar dari harga tiket masuk. Saya langsung membayangkan berapa perputaran uang di Taman Jaya Ancol selama liburan sekolah, mungkin bisa mencapai ratusan milyar rupiah atau bahkan triliunan rupiah karena di dalam kawasan Ancol juga terdapat hotel, restoran mewah dll. Sungguh ektrim jika dibandingkan dengan daerah tertinggal lainnya, yang perputaran uang dalam satu tahun hanya beberapa puluh juta saja.

Untuk main suatu wahana tertentu perlu kesabaran yang luar biasa, semuanya harus antri yang cukup panjang. Terakhir kami mencoba antri untuk wahana Extreme Log, kami antri sekitar 90 menit baru mendapat giliran. Setiap kali masuk ke dalam untuk nonton film 4 dimensi yang hanya sekitar 6 menit, berarti kami menunggu giliran yang ke-15 sejak mulai antri. Dengan hitungan matematis, dalam 10 jam operasi berarti sekitar 5.000 orang manusia masuk ke wahana itu dalam satu hari. Sangat ektrim jika dibandingkan suatu desa terpencil yang dilalui oleh manusia kurang dari 100 orang dalam satu tahun.

Manusia umumnya memang menyukai yang ektrim, seperti halnya wahana Extreme Log, sudah tahu itu menakutkan tapi justru disenangi walaupun harus antri berjam-jam. Adik saya Elsen memang awalnya takut untuk masuk, tetapi terpaksa masuk juga. Pada saat filmnya diputar, kursinya mulai goyang kiri-kanan dan naik turun, dia memejamkan mata dan pegang tangan papiku erat-erat, tetapi penasaran juga dan mencoba membuka mata sedikit, ehhh ternyata mulut buaya menganga seakan-akan kita masuk ke mulut buaya. Kalau kita lihat ke kursi kita memang nggak ada apa-apa, itu hanya efek dari 4 dimensinya saja.

Di dalam kehidupan kita sehari-hari juga demikian, kita selalu menyenangi yang ektrim atau yang lebih dari biasa. Kita melihat suatu restoran yang ramai dikunjungi orang, kita akan beranggapan makanannya enak, itu yang mendorong kita untuk ikut antri untuk mencoba makanan di restoran itu. Kita akan penasaran kalau belum mencobanya.

Untuk memulai suatu usaha, perlu menciptakan image sejak hari pertama buka. Misalnya kita akan buka toko, usahakan toko harus dikunjungi oleh banyak orang pada hari pertama. Undanglah sanak saudara, teman untuk datang ke toko kita. Juallah barang-barang semurah mungkin untuk menciptakan image toko kita murah, jangan berpikir untung pada hari pertama buka toko, bila perlu jual harga modal atau jual rugi untuk beberapa jenis barang yang sering orang membandingkan harga. Hari-hari berikutnya naikin harga secara perlahan, jangan drastis.